KEPRITANJUNG PINANG

Opini : Penyelenggaraan Pilkada Yang Bebas Korupsi

Assalamualaikum warahmatullahi waborokaatuh saya Ismawati ingin menyampaikan Opini saya disini yang bertema tentang penyelenggaraan pilkada yang bebas korupsi. Sebelum saya menyampaikan Opini saya disini saya akan menjelaskan apa itu pilkada yang bebas korupsi ?. Pilkada yang bebas korupsi adalah pemilihan kepala daerah yang secara sportifitas anti korupsi dapat melahirkan pemimpin yang jujur, amanah dan pemimpin yang sportifitas.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa di tengah pandemi global Corona Virus Disease 19 (COVID-19), Pemilihan serentak Tahun 2020 yang awalnya ditunda, telah dilanjutkan kembali dan akan diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2020. Pemilihan serentak ini menjadi pengalaman berharga dan menjadi catatan sejarah tidak hanya bagi KPU sebagai penyelenggara, tetapi juga pemilih, peserta pemilihan, para pasangan calon, dan seluruh pemangku kepentingan.

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota dengan satu pasangan calon sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2020. PKPU tentang pencalonan dalam Pilkada 2020 itu tercatat dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang ditetapkan pada 2 Desember 2019.

Dalam Pasal 4 soal persyaratan calon kepala daerah, tidak ada larangan bagi mantan terpidana korupsi. Penambahan norma Pasal 3A ayat (3) dan ayat (4) oleh KPU, dengan menggunakan frasa mengutamakan bukanlah norma persyaratan dan tidak mengikat, norma yang hanya bersifat imbauan. KPU pernah melarang eks narapidana korupsi maju lewat Peraturan KPU. Peraturan ini kemudian digugat dan dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).

Karena keputusan itulah para mantan napi korupsi bisa maju sebagai caleg DPR, DPRD, maupun DPD. Saya sangat tidak setuju Kepada Mahkamah Agung (MA) mengizinkan orang yang korupsi untuk mencalonkan kembali menjadi pemimpin.

Menurut saya caleg tersebut tidak bisa memimpin kembali karena dirinya harus menjalani proses peradilan. Sehingga ditunjuk orang lain yang memimpin daerah tersebut. Karena orang yang sudah melakukan korupsi, dia kan sudah berkhianat kepada bangsa dan tanah air.

Kenapa dipilih selagi masih ada orang-orang yang bersih, orang inilah yang harus kita terima sebagai pemimpin. Kalau mau buat kepercayaan sama koruptor sangat susah karena sudah melakukan tindakan yang melawan hukum. Negara ini sudah dikuasai oleh orang-orang yang salah. Yang korupsi dia-dia juga, yang membuat hukum dia-dia juga, yang menghukum dia-dia juga. Tidak hanya pemimpin, hendaknya wakil-wakil yang berada atau duduk di meja pemerintah mengerti akan hal itu.

Salah satu upaya Mahkamah Agung (MA) yang Saya anggap tidak efektif adalah mengumumkan caleg-caleg yang pernah menjadi narapidana korupsi ke media massa. Menurut saya Mahkamah Agung (MA) yang tidak efektif adalah Mahkamah Agung (MA) yang mengumumkan beberapa caleg yang pernah menjadi narapidana kasus korupsi.

Menjadi caleg itu perwakilan rakyat menjadi suara rakyat itu untuk caleg-caleg yang masih bersih yang tidak pernah narapidana atau korupsi. Kita menyesuaikan suara kita untuk memilih caleg yang dapat menyesuarakan inspirasi rakyatnya tapi bagaimana caranya caleg tersebut dari narapidana atau koruptor tidak akan sesuai untuk menyuarakan dan aspirasi rakyat.

Karena sebelumnya perwakilan rakyat saja sudah menjadi narapidana atau korupsi bagaimana jika menjadi perwakilan rakyat. bisa saja omongannya itu tidak bisa dipercaya, mungkin saja suatu waktu saat menjadi perwakilan rakyat malah korupsi lagi kan bisa saja itu terjadi kembali jika menjadi pemimpin kembali.

Jika mantan koruptor ini terpilih menjadi pemimpin akan berdampak buruk bagi rakyat dan daerah yang di pimpin oleh pemimpin mantan narapidana atau koruptor tersebut. Mantan narapidana atau korupsi tidak mempunyai hak untuk mencalonkan diri menjadi calon wakil rakyat lagi. Masih banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang lebih berhak dan mempunyai rekam jejak lebih baik untuk maju sebagai calon wakil rakyat. Artinya calon pemimpin yang mantan narapidana atau korupsi tidak bisa bertanggung jawab dengan benar karena pernah berkhianat terhadap rakyat.

Koruptor itu seharusnya harus sadar diri sudah ketahuan korupsi ingin mencalon kan kembali ini sangat tidak pantas untuk di contoh untuk generasi sebelumnya. Pemimpinnya saja mantan koruptor dan itu lah tanda dunia sudah terbalik dan kalau masyarakat masih memilih koruptor itu berarti masyarakat tersebut sangat tidak peduli terhadap daerahnya. Walaupun kita punya hak untuk tidak memilihnya, tapi negara harusnya juga punya hak untuk menolak mereka jadi calon wakil rakyat lagi. Kita enggak kekurangan warga yang baik dan bersih untuk jadi wakil rakyat.

Hendaknya rakyat memilih pemimpin yang beriman dan paham akan hukum – hukum. Jadi lebih baiknya kita sebagai rakyat memilih pemimpin yang tidak pernah terkena narapidana atau korupsi karena ini lah yang masih bersih dan tidak memiliki masalah yang pantas untuk menjadi pemimpin yang bisa di percaya bagi rakyat dan untuk rakyat. Bukan malah sebaliknya memilih pemimpin yang sudah menjadi mantan narapidana atau koruptor karena itu bisa merugikan rakyat jika mempunyai pemimpin mantan narapidana atau koruptor kita tidak boleh percaya dengan begitu saja kepada calon pemimpin yang sudah menjadi mantan koruptor.

Kita harus bertanya sama orangnya langsng, dan kalau saya sebagai putri daerah sangat tidak yakin bagaimanapun caranya saya sendiri tidak yakin mantan calon pemimpin berbicara tidak korupsi lagi tetapi buktinya sering terulang kembali. Saya sendiri beranggapan bukan masalah selalu menganggap orang tidak bisa berubah, tapi sekarang sering terjadi yang hubungannya sama duit, Siapa tidak tergiur, bahkan banyak sekali masyarakat memilih pemimpin karena sudah mendapatkan imbalannya bagaimana bisa masyarakat bisa memilih pemimpin karena sudah mendapatkan imbalannya.

Masyarakat tersebut sudah di pengaruhi oleh anggota atau pengurus ataupembantu mantan calon koruptor tersebut sehingga membuat masyarakat buta saat memilih pemimpin yang seharusnya tidak pantas memimpin tetapi tetap memimpin. Ini sudah sangat fatal kesalahannya karena ini sangat lah curang dan tidak adil bagi calon pemimpin yang masih bersih tanpa ada noda sedikitpun.(*)

Penulis  : Ismawati

Loading...
 

Tags

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close
Close