KEPRITANJUNG PINANG
Opini : Penyelenggaraan Pilkada Yang Bebas Korupsi
Di bawah hujan kritik, tahapan Pilkada serentak terus berjalan. Bagi pemerintah, ancaman virus dan pemilu adalah dua hal yang tidak boleh bernegasi atau saling meniadakan. Menunggu sampai ancaman virus berakhir dengan tervaksinnya seluruh penduduk Indonesia adalah kondisi ideal masa depan baru. Namun, obsesi ini masih terlalu pagi untuk memastikan ujung akhirnya. Sementara penyelenggaraan Pilkada pada 9 Desember 2020 merupakan agenda politik prioritas demi terjaminnya sirkulasi kekuasaan sesuai prinsip demokrasi. Pertanyaannya, seberapa besar probabilita eskalasi covid-19 yang dikuatirkan terjadi dalam pilkada? Pertanyaan hipotesis ini menempatkan pilkada ibarat pendulum yang bermain di antara dua kutub secara diametral, ekstrim eskalatif dan ekstrim minilamis penyebaran virus.
Kualitas demokrasi menjadi salah satu yang dipertaruhkan dalam pelaksanaan Pilkada 2020 di era New Normal. Pasalnya, sukses dalam penentuan pemimpin daerah di masa pandemi dapat terhambat oleh ancaman penyebaran virus Corona. Pemerintah, DPR dan penyelenggara Pemilu seperti KPU, Bawaslu, DKPP pada rapat dengar pendapat yang dilaksanakan pada 23 Mei 2020 telah memutuskan kelanjutan tahapan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020. Keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan bahwa penyelenggara Pemilu dapat menggunakan protokol kesehatan akibat pandemi Covid-19, namun juga tetap menjaga kualitas demokrasi lokal.
PKPU tentang pencalonan dalam Pilkada 2020 itu tercatat dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang ditetapkan pada 2 Desember 2019. Dan dalam Pasal 4 soal persyaratan calon kepala daerah, tidak ada larangan bagi mantan terpidana korupsi. Penambahan norma Pasal 3A ayat (3) dan ayat (4) oleh KPU, dengan menggunakan frasa mengutamakan bukanlah norma persyaratan dan tidak mengikat, norma yang hanya bersifat imbauan. Dan KPU juga pernah melarang eks narapidana korupsi maju lewat Peraturan KPU. Peraturan ini kemudian digugat dan dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) pada September 2018. Karena keputusan itulah para mantan napi korupsi bisa maju sebagai caleg DPR, DPRD, maupun DPD. Dan ada syarat tambahan bagi calon kepala daerah yang berstatus mantan terpidana yakni harus menunggu masa jeda selama 5 tahun setelah melewati atau menjalani masa pidana penjara mendapat respon positif dari sejumlah pemangku kepentingan.
Bebas korupsi dengan makna bebas dari korupsi berarti tidak ada yang korupsi mau dalam jumlah besar maupun kecil.Dan dengan begini Negara akan sejahtera karna semua dana atau devisa Negara akan terpakai untuk kepentingan rakyat banyak bukan seorang rakyat saja,dan Negara pun akan maju dan jaya.
Menurut saya keputusan KPU untuk melarang narapidana korupsi ikut dalam pencalonaan pilkada itu sudah benar. Seharusnya Koruptor tersebut haruslah sadar diri, karena ia telah ketahuan melakukan korupsi dan jika masyarakat masih ingin memilih koruptor tersebut berarti secara tak langsung masyarakat ingin negaranya tidak maju. Apakah ada yang bisa menjamin untuk membuktikan bahwa calon yang pernah terlibat korupsi tidak akan melakukan korupsi lagi? Keinginan dan kekuasaan dari mantan narapidana korupsi untuk kembali mencalonkan diri dalam pilkada harus di hadang. Sikap mantan narapidana korupsi untuk berkeras kembali mencalonkan diri dalam pilkada merupaka bentuk pengabaian etika dalam berpolitik. Begitu juga dengan partai politik yang memberi ruang pencalonan bagi mantan narapidana korupsi, sekalipun tidak ada aturan hukum yang melarang, partai politik harus tetap mempertimbangkan etika politik tersebut. Sebagai salah satu pilar utama dalam demokrasi, partai politik harus berdiri di barisan terdepan dalam memberikan pendidikan politik kepada publik bahwa jabatan publik di lembaga eksekutif dan legislative harus diisi figur-figur beretika dan berintegrasi.
Pilkada dalam pemilihan umum selama ini sering kali di nodai oleh berbagai tindakan korupsi. Sejumlah kasus yang sedang di tangani KPK juga memiliki keterkaitan dengan pilkada dalam pemilihan umum tersebut. Karena itu, meskipun pelaksanaan pilkada dan pemiliha umum selama ini masih dinodai berbagai tindakan pidana korupsi, menuding pemilihan langsung sebagai biang keladi perilaku korup kepala daerah sehingga hatus kembali ke pemilihan tidak langsun atau melalui dewan perwakilan rakyat daerah bukanlah sikap bijaksana. Pemilihan langsung mungkin memang berkonstibusi bagi kemunculan perilaku korup para kepala daerah. Tetapi ia bukanlah faktor penentu tunggal.
Masih banyak sekali di indonesia ini para pemimpin itu salah menggunakan anggaran yang diberikan Negara,yang dimana seharusnya anggaran tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan/membangun fasilitas dari suatu daerah malah digunakan untuk kepentingan pribadi dimana anggaran tersebut digunakan untuk membeli perlengkapan hidup mereka,bersenang-senang membeli kendaraan,renovasi rumah sebesar istana dll.Ketika rakyat salah memilih pemimpin dampak bagi masyarakat akan sangat fatal dan buruk,karena ketika pemimpin itu melakukan korupsi yang seharusnya uang itu digunakan untuk membagun jalan,membangun gedung-gedung dan diberikan kepada lansia yang sudah tidak mampu lagi bekerja,tetapi tidak mereka menggunakan sebagian uang itu untuk kepentingan mereka sendiri.dan tidak hanya itu pengangguran di indonesia pun semakin meningkat,karna apa semakin meningkat?karna itu tadi uang masyarakat kebanyakan di ambil oleh para pemimpin sehingga tidak bisa membuat lapangan kerja bagi yang tidak bersekolah dan akhirnya pengangguran pun semakin meningkat.
Seharusnya masyarakat menggunakan hak pilihnya untuk tidak memilih calon yang pernah terlibat korupsi tersebut. Karena rakyat memiliki peran penting dalam penentuan keberhasilan pilkada yang sedang di selenggarakan. Sebaiknya rakyat menggunakan kesepatan tersebut dengan sebaik-baikanya sebab satu suara rakyat bisa menentukan siapa yang berhak menjadi pemimpin. Maka dari itu marilah kita memilih pemimpin yang jauh dari kasus korupsi dan pemimpin yang bisa mensejahterakan rakyat.(*)
Penulis : Raja Reza Putri Aisyah