KEPRITANJUNG PINANG
Opini: Penyelenggara Pilkada Yang Bebas Korupsi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan hari pencoblosan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang dilaksanakan Rabu 9 Desember 2020 sebagai hari libur nasional. Menetapkan hari Rabu tanggal 9 Desember 2020 sebagai hari libur nasional dalam rangka pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota secara serentak.
Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di berbagai kabupaten/kota di Indonesia dipastikan digelar di 270 daerah di 9 provinsi di Indonesia. Tepatnya ada 224 kabupaten, dan 37 kota secara serentak akan melaksanakan pesta demokrasi.
Mengenai pergantian masa pemimpin tiap daerah tidak pernah terlepas dari adanya isu mengenai politik yang tidak henti hentinya selalu menjadi perbincangan hangat setiap diadakannya pemilu. Singkatnya korupsi, Hal ini bisa kita lihat dengan masih banyaknya pejabat atau aparat hukum yang berani melakukan korupsi. pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini tak memberikan dampak apa-apa. korupsi sudah ada sejak pilkada dilakukan untuk pertama kalinya hingga saat ini.
Kondisi ini saat memilukan. Implementasi korupsi atau politik uang terus menerus terjadi berulang kali hingga saat ini. Komisi Pemberantasan Korupsi telah mencatat sejak tahun 2004 kita masih terus mengalami kasus korupsi. lembaga anti rasuah tersebut mencatat telah memproses 119 kepala daerah yang tersandung kasus korupsi. Sementara itu, KPK tercatat telah mencokok tujuh orang kepala daerah dalam operasi tangkap tangan pada 2019 sejak 1 Januari 2019 hingga Oktober 2019.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani kasus korupsi 114 Kepala daerah sepanjang 2004-2009. Berdasarkan informasi yang telah diterima menjelaskan bahwa memang politik uang akan selalu terjadi berulang-ulang di tiap pemilihan dilakukan. Bawaslu mencatat hanya ada delapan kasus dugaan money politic. Dan ini perlu jadi perhatian. Sejak awal, Bawaslu sudah memetakan money politics sebagai salah satu titik kerawanan pelanggaran.
Terlebih, Pilkada 2020 di gelar di masa pandemi COVID-19 yang memukul sektor ekonomi rumah tangga. Sehingga rawan terjadi praktik jual beli suara. Kegiatan ini sudah menjadi satu kegiatan yang menjadi tradisi kampanye setiap tahunnya yaitu Memberikan uang dan materi lain untuk mempengaruhi penyelenggara pemilih dan bisa menjadi money politics atau transaksi jual beli suara dan dimulai dari kegiatan ini dia akan berpikir bagaimana caranya untuk mengembalikan uangnya yang sudah habis untuk melancarkan money politic tersebut. Dari faktor itulah kemungkinan akan muncul ide untuk melakukan korupsi.
Namun tidak dipungkiri sudah banyak sekali pola pikir masyarakat yang sudah mendarah daging jika sudah di iming-imingi dengan uang pasti akan tergiur dan akhirnya memilih kandidat tersebut. Dapat dikatakan bahwa money politic yang digunakan bisa berupa uang ataupun barang dengan tujuan untuk menarik simpati para pemilih.
Dengan adanya beberapa klasifikasi pemilih sehingga diperlukan untuk menentukan sasaran khalayak yang kiranya sangat mudah untuk dipengaruhi agar calon kandidat bisa memenangkan kampanyenya untuk mengambil kekuasaan tersebut. Sasaran khalayak disini yaitu pemilih pemula dikarenakan pemilih pemula merupakan kalangan muda yang baru pertama kali akan menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum (pemilu). Selain itu, pemilih pemula belum memiliki pengalaman memilih dalam (pemilu).
Sehingga, pemikiran politik pemilih pemula dianggap cenderung labil. Padahal keberadaan mereka sangat potensial untuk menentukan pemimpin yang akan terpilih. karena itu, menurut para tim kampanye dianggap lebih mudah mempengaruhi sasaran khalayak demi kesuksesan kampanyenya dalam pemilihan umum (pemilu).
Karena hal tersebut Pentingnya kita sebagai anak muda juga ikut berkontribusi atau ikut serta sebagai rakyat yang bijak seharusnya tidak memilih kandidat yang melakukan money politic atau tergiur akan uang dan barang karena sama saja kita sendiri yang membawa masalah untuk dikemudian hari. Karena jika kita sebagai rakyat memilih suara yang kita berikan untuk kandidat yang kita pilih akan menentukkan nasib kita untuk lima tahun kedepan.
Namun tidak dipungkiri sudah banyak sekali pola pikir masyarakat yang sudah mendarah daging jika sudah di iming-imingi dengan uang pasti akan tergiur dan akhirnya memilih kandidat tersebut. Kita sebagai generasi muda sudah harus berfikir berhenti dan merubah pola pikir yang telah beredar di masyarakat yakni menolak atau sebaiknya tidak menerima sumbangan dalam bentuk apapun yang bisa menjadi kegiatan suap menyuap dan menjadi unsur beli suara didalamnya. Dan tentu saja kita tidak memilih Caleg yang seperti ini. Apa yang dapat dilakukan oleh semua pihak yang ikut terlibat dalam pilkada serentak nantinya?.
Bagaimana kita bisa menciptakan penyelenggaraan Pilkada Serentak yang bebas korupsi? Sebenarnya berbagai upaya sudah dilakukan,seperti adanya pemberian pemahaman kepada tiap Kepala daerah yang akan mencalonkan diri untuk maju. Kesadaran paslon dan tim kampanye sangat penting. Terutama dalam pelaksanaan pemilu yang berbeda dibanding sebelum- sebelumnya. Karena itu, pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih tegas dan memikirkan lagi cara yang efektif dan komprehensif dalam penegakan hukum kasus korupsi yang tidak bisa disepelekan.
Mungkin menurut saya menggunakan cara penggunaan anggaran pilkada secara Transparan atau terbuka bisa dilakukan akan upaya pilkada yang bebas korupsi. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat bisa tahu seberapa banyak pengeluaran maupun penggunaan anggaran tersebut tanpa menaruh kecurigaan . Terkait cara penginformasiannya pada masa pandemi seperti saat sekarang ini bisa disebarluaskan melalui situs resmi ataupun media sosial lainnya gunanya agar penyelenggaraan pilkada ini bisa diterima baik oleh pikiran masyarakat sehingga pilkada bisa terlaksana dan berjalan dengan sukses dan kita sebagai pemilih lah yang harus selektif terhadap hal ini.
Kita harus mengetahui bagaimana latar belakang calon pemimpin kita. Kalau dia saja sudah pernah melakukan korupsi sebelumnya, apakah kita bisa percaya dikemudian hari dia tidak akan mengulanginya lagi? Pemimpin yang dihasilkan karena politik uang merupakan pemimpin yang tidak dapat dipercayai. Mengapa? Karena dari awal saja ia sudah bersaing secara tak sehat. Dia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan. Nantinya saat dia maju sebagai pemenang ia hanya fokus terhadap tim sukses,pemodal dan juga pembantu dana sehingga melupakan janjinya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Dalam memilih pemimpin, kata Abdul Muti, Islam mengajarkan agar mengacu kepada lima hal. Pertama, seorang pemimpin haruslah memiliki sifat yang ahliah, yaitu berkemampuan. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan, dan pengalaman memimpin. Kedua, seorang pemimpin harus memiliki sifat amanah atau dapat dipercaya, dan bertanggungjawab. Ketiga, pemimpin selayaknya memliki akhlak yang mulia, rendah hati, santun, berwibawa, dan bersahaja.Keempat, pemimpin harus berani menegakkan kebenaran, Serta, berani mengambil risiko ataskebijakan yang telah diambil.
Terakhir, pemimpin hendaklah seseorang yang mampu menjaga persatuan, menghormati perbedaan, mencintai rakyat dan sesama manusia dan yang paling penting adalah jujur.(*)
Penulis : Berliana Shinta Febriani
