KARIMUNKEPRIKUNDUR

Opini : Pemilihan Kepala Daerah yang Bebas Korupsi

Sesuai dengan KETETAPAN MPR RI NOMOR XI/MPR/1998 tentang penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Substansi dari ketetapan MPR ini adalah “ perlu berfungsinya lembaga-lembaga negara dan penyelenggara negara, menghindarkan praktek KKN serta upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga.

Dalam pasal 2 dinyatakan: (1) penyelenggara negara pada lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan  yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa, dan negara; (2) untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

Oleh karena itu, untuk memilih kepala daerah yang melaksanakan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab ia sebagai calon pemimpin harus bersih dari korupsi, jika dalam pemilihan kepala daerah kita memilih calon kepala daerah yang latar belakangnya terjerat kasus korupsi bagaimana ia akan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.

Sebagai seorang pemimpin ia merupakan panutan masyarakat, jika panutannya bobrok bagaimana ia akan memimpin rakyatnya?. Jika pemimpinnya terjerat kasus korupsi bagaimana ia akan menanggulangi permasalahan di daerahnya?

Harus diakui, pemilihan kepala daerah barulah sekadar pintu masuk atau jalan untuk mencari seorang pemimpin, bukan sebagai filter atau penyaring calon pemimpin tersebut. Menurut saya filter atau penyaring calon pemimpin yang memiliki latar belakang baik atau buruk itu terletak kepada masyarakat yang memiliki hak pilih.

Peraturan perundang-undangan belum bisa diharapkan sebagai filter. Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota masih bersifat lunak, bahkan sangat lunak, terhadap terduga korupsi. Hal ini membuat mereka masih bisa bertarung di pilkada.

Memilih pemimpin yang antikorupsi dan punya komitmen memerangi korupsi seharusnya menjadi panduan bagi masyarakat yang menggunakan hak pilihnya pada saat pilkada nanti. Sekali lagi saya katakan pemimpin merupakan panutan. Oleh karena itu kita sebagai rakyat yang memiliki hak pilih harus cerdas dalam menentukan panutannya bukan hanya ikut-ikutan dalam pemilu. Dan kalau bisa jangan golput karena satu suara kita sangat berharga dalam menentukan siapa yang berhak menduduki jabatan kepala daerah

Kita sebagai rakyat tidak bisa pasif, sebagai rakyat yang memiliki hak pilih, kita harus memanfaatkan suara kita untuk memilih calon pemimpin yang bebas korupsi, kitalah yang menciptakan filter untuk menyaring pemimpin yang berintegritas. Sudah saatnya kita menolak calon kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.

Jangan sampai sosok pemimpin yang tercela terpilih dalam pilkada. Banyak contoh yang bisa kita jadikan acuan untuk tidak memilih calon pimpinan yang terjerat kasus korupsi dalam pilkada nanti, di mana dalam masa singkat kepemimpinannya, mereka telah tersangkut berbagai kasus, terutama korupsi.

Meski seorang terduga ataupun terdakwa korupsi masih bisa maju dalam pilkada sesuai dengan undang-undang, rakyat harus sadar sepenuhnya bahwa hal itu sudah merupakan indikasi dari kebobrokan integritas. Hal ini juga bisa terjadi dalam proses kampanye pilkada, di mana terjadi praktik politik uang dan ini bisa dilihat sebagai indikasiburuk dan ke tidak jujuran.

Bersifat terbuka terhadap calon pemimpin yang tersangkut oleh kasus korupsi ataupun politik uang sama saja dengan memelihara penyakit bangsa. Pemilihan kepala daerah adalah untuk kepentingan nasional, peran rakyat sebagai penentu keberhasilan pemilu sangat besar. Oleh karena itu, gunakanlah suara kita dengan sebaik mungkin karena satu suara kita menentukan siapa yang berhak menduduki jabatan pemimpin dan jadilah pemilih yang cerdas.

Kita berhak menentukan seperti apa calon pemimpin yang kita inginkan untuk mensejahterakan negeri ini. Sebagaimana tercantum dalam pasal 28 E ayat 3 undang-undang dasar negara republic Indonesia tahun 1945 yang berbunyi” setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” .

Makna dari pasal 28 E ayat 3 adalah negara menjamin atas kebebasan berorganisasi berserikat dan berkumpul dengan tidak merugikan pihak lain atau negara itu sendiri dan mengeluarkan pendapat dengan bebas dan mendengar pendapat tersebut dengan baik, baik pendapatnya diterima atau pun tidak diterima.

Apabila proses pemilihan kepala daerah jauh dari kata praktik- praktik korupsi, maka diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas. Proses yang bagus akan melahirkan pemimpin yang bagus, pemimpin yang bagus akan melahirkan pelayanan publik yang bagus.

Karena itu, marilah kita menjadi rakyat yang bisa melahirkan pemimpin yang bersih dari ketidakjujuran dan korupsi. (*)

Penulis  : Ajeng Putri Larasati Mahasiswi Asal Pulau Kundur, Karimun, Kepri

Loading...
 

Tags

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close
Close