JAWA TENGAH

“Janji Bayar Honor Hanya Omon-Omon Disetop dan Dilupakan”: Suara Kontributor Daerah Garuda TV

KARIMUNTODAY.COM, SEMARANG – Di tengah kampanye besar-besaran Garuda TV sebagai media nasional besutan Presiden Prabowo Subianto dan Partai Gerindra, ratusan kontributor daerah justru menghadapi kenyataan pahit dimana honor atas materi berita yang telah mereka kirim dan ditayangkan, tak kunjung dibayar.

Janji manis honor akan dibayaran hanya omon-omon. Sudah lebih dari tiga bulan para kontributor menunggu kejelasan,hingga saat ini tak kunjung terbayarkan. Seperti dialami Kontributor Garudatv dari Magelang, Grobogan, Cilacap, hingga berbagai wilayah lain, suara kekecewaan terus menguat. Mereka adalah ujung tombak pemberitaan daerah dalam mengirim liputan, menyusun naskah, bahkan merekam dan menyunting sendiri materi sebelum akhirnya dikirim ke kantor pusat. Namun balasan yang mereka terima bukanlah penghargaan atau honor, melainkan hanya janji manis.

“Kami Bekerja, Tapi Seolah Tidak Dianggap”

Seperti dialami Pramudya, Kontributor Garuda TV dari Magelang, mengungkapkan kekecewaannya. Pramudya menyebut bahwa selama ini tidak pernah ada perjanjian kerja tertulis yang jelas. Namun komunikasi yang awalnya lancar dari manajemen kini justru berujung pada penghentian distribusi materi daerah secara sepihak.

“Sudah tiga bulan kami tidak mendapat honor. Padahal, semua tayangan sudah muncul di layar nasional. ” ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan Nur Achmad, kontributor dari Grobogan,Jawa Tengah. Etos kerja dan dedikasi yang di lapangan demi Garudatv bisa eksis,saat itu juga hambar disaat honor yang seharusnya diterima lewat tayang berita yang dikirim tak kunjung diberikan.

“Kami hanya diminta terus mengirim liputan. Tapi saat kami mulai menanyakan honor, tak ada jawaban pasti. Bahkan, sekarang semua akses kami ke redaksi seperti diblok,apa ini managemen sekelas Garudatv yang notabene media yang teraviliasi milik pemerintah,” ungkapnya.

Sementara itu, Wegi, kontributor dari Cilacap, menyayangkan keputusan Garuda TV yang dinilainya tidak profesional. Ia menegaskan, para kontributor sudah bekerja dengan semangat karena merasa menjadi bagian dari proyek besar yang digadang-gadang pemerintah untuk membuka lapangan kerja di dunia media.

“Kami bukan hanya kecewa karena honor yang belum cair, tapi juga karena sikap manajemen yang seolah-olah ingin melepaskan tanggung jawab begitu saja, Namun yang terjadi justru sebaliknya. Harapan yang semula digantungkan pada nama besar Prabowo dan Gerindra kini berubah menjadi beban moral dan finansial bagi para pekerja media local,” kata Wegi.

Janji Politik dan Realitas Pahit

Garuda TV didirikan dengan semangat mendekatkan informasi nasional ke masyarakat daerah, serta membuka peluang kerja bagi para jurnalis muda. Namun, janji itu tak berjalan seindah yang dibayangkan. Di banyak daerah, kontributor merasa seolah dimanfaatkan untuk membangun citra, namun kemudian ditinggalkan begitu saja ketika kepentingan media telah tercapai.

Ironisnya, penundaan honor ini terjadi dalam konteks janji-janji politik untuk memperluas lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama anak muda yang berkecimpung di industri kreatif dan media.

Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari manajemen Garuda TV mengenai nasib para kontributor. Beberapa sumber internal yang tidak ingin disebutkan namanya menyebut bahwa ada persoalan keuangan di tubuh media tersebut, namun tidak ada penjelasan terbuka ataupun surat pemberitahuan resmi yang disampaikan kepada para kontributor.

Pihak redaksi pusat juga disebut mulai menyetop semua kiriman materi dari daerah sejak beberapa pekan lalu. “Tidak ada penjelasan resmi. Kami hanya diminta berhenti mengirim liputan,” ungkap Pramudya.

Para kontributor berharap agar Garuda TV segera memberikan kejelasan terkait pembayaran honor dan kelanjutan kerja sama. Mereka juga meminta agar perusahaan tidak semata-mata menjadikan para jurnalis daerah sebagai alat pencitraan tanpa memikirkan hak-hak dasar mereka.

“Media boleh dibangun oleh partai atau tokoh politik, tapi jangan lupakan etika profesional dan hak-hak pekerja,” tutup Wegi. (nur)

Loading...
 

Tags
Close
Close