PEKANBARURIAU

Lahan Sitaan PKH Dikuasai PT SIS, Anggota DPR RI Karmila Sari Minta Agrinas Evaluasi KSO

KARIMUNTODAY.COM, PEKANBARU – Komitmen PT Agrinas Palma Nusantara (PT APN) sebagai perusahaan BUMN yang mengelola lahan perkebunan kelapa sawit hasil sitaan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dipertanyakan. Karena sejak dikelola September 2025 telah terjadi sejumlah konflik dengan masyarakat.

Jika sebelumnya konflik terjadi Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), lalu muncul lagi konflik Suku Sakai dengan PT SIS di Desa Bumbung, Kecamatan Batinsolapan, Kabupaten Bengkalis. “Kita minta Agrinas mengevaluasi KSO (Kerja Sama Operasi) , karena kejadian konflik ini sudah terjadi di beberapa daerah di Riau,” ujar Karmila Sari, Anggota Komisi X DPR RI, Dapil Riau Satu, Rabu (3/12/2025).

Disebutkan, di dalam kesepakatan KSO tersebut, terdapat 48 syarat untuk KSO dengan PT Agrinas. Persyaratan KSO pada umumnya bersifat spesifik tergantung pada jenis proyek dan hasil negosiasi antara PT Agrinas dengan calon mitra.

Diperjelas lagi, dalam 48 syarat itu memastikan tenaga kerja lokal serta quality control dan komitmen dengan Agrinas dan pengelola dalam pengelolaan yang baik dan profesional.

“Seharusnya 48 syarat ini diikuti, maka tidak terjadi konflik seperti yang baru saja terjadi. Kita berharap kejadian ini tidak terulang lagi,” harap Karmila Sari.

Bentrok Suku Sakai dengan PT SIS

Pertikaian konflik antara Suku Sakai dengan PT SIS (Sinar Inti Sawit) muncul ketika lahan kebun seluas 732 Ha di Desa Pamesi dan Bumbung, di Kecamatan Batin Solapan, Kabupaten Bengkalis justru dikuasai PT SIS. Masyarakat adat Sakai dan pemegang KSO mendesak agar lahan yang telah disita negara itu segera diserahkan sesuai aturan.

Namun fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda. Hingga saat ini, lahan tersebut justru masih dikelola oleh PT SIS, sehingga memicu pertanyaan besar mengenai kepatuhan perusahaan terhadap keputusan negara.

Pihak masyarakat adat dan pemegang KSO menilai sikap PT SIS tersebut sebagai bentuk pembangkangan terhadap ketetapan hukum. Mereka juga mempertanyakan sikap PT Agrinas sebagai institusi yang seharusnya menegakkan keputusan Satgas PKH.

“Negara tidak boleh kalah. Jika kebun itu sudah disita, maka tidak boleh ada lagi pengelolaan oleh pihak yang sebelumnya dinyatakan melanggar. PT Agrinas jangan diam dan jangan takut. Laksanakan aturan yang sudah ada,” ujar salah satu perwakilan tokoh adat.

Ketegangan di lapangan berpuncak pada 17 November 2025. Pemegang KSO bersama masyarakat adat Sakai datang ke lokasi kebun untuk meminta agar lahan yang telah disita negara dapat dikuasai sesuai ketetapan Satgas PKH.

Namun aksi itu ditolak oleh pekerja dan petugas keamanan PT SIS. Massa menduga para pekerja hanya dijadikan benteng oleh manajemen perusahaan untuk menghalangi penegakan keputusan negara.

Mirisnya, menurut saksi yang hadir, sempat terdengar ujaran provokatif dari perwakilan PT SIS yang menyebutkan siap “perang”, “bentrok”, hingga “gorok-gorokan”. Padahal massa masyarakat adat datang tanpa kekerasan dan hanya ingin memastikan lahan sitaan negara tidak lagi dikelola pihak yang dinilai tidak berhak.

“Kami datang baik-baik, tidak ada kekerasan. Tapi kenapa justru pekerja yang disuruh menghadang? Ini seperti adu domba. Kasihan para pekerja dijadikan tumbal kepentingan perusahaan,” keluh salah satu tokoh masyarakat.

Salah satu sorotan terbesar adalah sikap PT Agrinas yang dianggap terlalu diam dan tidak tegas terhadap PT SIS, meskipun lahan tersebut sudah jelas disita Satgas PKH.

Masyarakat adat dan pihak KSO mendesak agar PT Agrinas segera bertindak lebih tegas dan tidak memberi ruang kepada pihak yang melanggar keputusan negara.

“Jika PT Agrinas tegas sejak awal, tidak akan ada keributan seperti kemarin. Jangan sampai muncul anggapan bahwa ada pembiaran,” tegas seorang tokoh adat.

Dalam tuntutannya, masyarakat adat Sakai bersama pemegang KSO meminta PT SIS untuk mengakui kesalahan, menghentikan segala aktivitas di lahan sitaan negara, serta berhenti melibatkan pekerja dalam konflik yang bukan kepentingan mereka.

“Sudah jelas keputusan negara. Sadar diri dan terima keadaan. Jangan jadikan pekerja sebagai pion. Ikuti aturan, jangan ciptakan benturan,” demikian pernyataan yang disampaikan perwakilan massa.

Datangi Seknas Sumatera

Perwakilan Suku Sakai yang tanah adatnya dikuasai oleh perusahaan kelapa Sawit yakni PT Sinar Inti Sawit (SIS) juga mendatangi Seknas Sumatera Bersama Prabowo Gibran yang ada di Kuningan Jakarta Selatan.

Kedatangan mereka meminta perlindungan hukum maupun pengawalan atas diserobotnya tanah adat yang selama ini 10-15 tahun mereka kelola namun saat ini dikuasai oleh PT SIS.

Humas Majelis Sakai Riau Firdaus Saputra menjelaskan jika setidaknya sudah 6 bulan terakhir semenjak jadi sengketa dan dipasang plang satgas PKH ini warga Sakai hanya bisa menonton tanah mereka dikuasai atau dikelola pihak lain.

“Kami sebagai yang dulu mengelola tentunya sedih. Banyak warga adat yang akhirnya jadi pengangguran karena tak bisa lagi mengelola tanah tersebut,” kata Firdaus dalam perbincangannya.

Firdaus menjelaskan dari sejumlah 16 ribu hektar tanah adat, pihaknya meminta sekitar 4.000 hektar yang ada di Desa Bumbung Kecamatan Batinsolapan Kabupaten Bengkalis.

“Namun hingga saat ini wilayah tersebut masih dikuasai oleh PT SIS,” tegasnya.(rls/rid)

Loading...
 

Tags
Close
Close