KEPRITANJUNG PINANG

OPINI: Kebiasaan Makan Duyung/ Dugong

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat besar. Bahkan sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lautan, Indonesia juga merupakan tempat pertemuan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Karena itu tidak heran jika Indonesia memiliki keanekaragaman satwa laut yang luar biasa. Salah satunya adalah Duyung atau dugonng (dugon dugong) , adalah sejenis mamalia laut yang bersifat herbivora sejati, satu satunya hewan laut yang memakan tumbuhan yaitu Lamun.

Dugong merupakan salah satu anggota dari sirenia atau sapi laut yang masih bertahan hidup selain manatae dan mampu mencapai usia 22 sampai 25 tahun. Dugong bukanlah ikan karena menyusui anaknya dan masih merupakan kerabat evolusi dari gajah. Selain itu, ia juga merupakan satu-satunya lembu laut yang bisa ditemukan di kawasan perairan sekurang-kurangnya di 37 negara di wilayah Indo-Pasifik, Dugong tersebar di beberapa wilayah Indonesia seperti Papua, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sumatera, Timor Timur, Maluku, barat laut dan tenggara Jawa, pantai selatan Jawa Timur dan pantai selatan Kalimantan (Budiono, 2003), Kampung Sawatut, Distrik Makbon, Sorong, Papua Barat merupakan salah satu daerah yang dihidupi oleh dugong.

Warga setempat mengaku kerap melihat mamalia tersebut berenang menghampiri pantai untuk memakan lamun. Mamalia ini harus makan setidaknya 50 kilogram lamun setiap harinya. keberadaan dugong dan padang lamun sangat penting untuk menjaga ekosistem laut karena banyak spesies ikan lain yang hidup berdampingan di wilayah tersebut.

Jika salah satu rusak maka yang lain akan terkena imbasnya. Pada akhirnya, manusia pula yang dirugikan jika hewan ini punah. Ia dikategorikan sebagai binatang nokturnal atau binatang malam, yang artinya hanya akan mencari makan ketika malam hari. Mamalia ini hanya bisa menyelam selama 6 menit untuk kemudian harus muncul ke permukaan untuk bernapas. Dugong kadang-kadang berada dalam posisi seperti berdiri dengan kepala berada di atas air untuk bernapas.

Dugong (duyung) berenang dengan kecepatan 10 km/jam hingga 22 km/jam. Gerakannya yang lambat, menyebabkan dugong sering menjadi mangsa mudah bagi predator. Predator alami dugong antara lain hiu besar, buaya air asin, dan paus pembunuh. Dugong memiliki sepasang anggota badan di bagian depan yang menyerupai sirip yang di gunakan sebagi keseimbangan dan untuk berenang sepanjang dasar laut saat mencari makannya. Dugong juga memiliki mata yang sangat kecil dan dapat memproduksi air mata.

Dugong sering diburu untuk diambil daging dan minyaknya. Konon, minyak ikan dugong ini bisa dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit tuberkulosis (TBC) dan nyeri persendian. Sedangkan taringnya sering digunakan untuk pembuatan pipa rokok. Dugong merupakan jenis mamalia laut yang dilindungi dan merupakan salah satu spesies dari 20 spesies prioritas yang menjadi target penting Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Mamalia ini dilindungi oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya.

Selain itu, ada juga Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dugong memiliki ancaman kehidupan yang tinggi. Secara alami dugong memiliki reproduksi yang

lambat. Dibutuhkan waktu 10 tahun untuk menjadi dewasa dan 14 bulan untuk melahirkan satu individu baru pada interval 2,5-7tahun. Dalam keterangan resmi yang diterima Beritagar.id, Rabu (20/4/2016), upaya konservasi dugong dan habitatnya di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan tetapi juga didukung oleh sejumlah lembaga Internasional, seperti United Nation Environment Progamme-Conservation Migratiry Species (UNEP-CMS) yang bekerjasama dengan Mohammed bin Zayed Species Conservation (Fund Mbz) melalui program Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP). DSCP merupakan program regional yang dilaksanakan di tujuh negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, Mozambik, Madagaskar, Timor Leste, dan Vanuatu. Selain konservasi dugong,

Kementerian Kelautan dan Perikanan juga mendorong daerah agar menginisiasi ekosistem padang lamun sebagai habitat kunci dugong untuk menjadi Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD). Konservasi dugong memang harus melibatkan berbagai pihak. Masyarakat dapat berkontribusi dalam pelestarian dugong agar tidak terancancam kehidupan ekosistem dan jugaa Lamun sebagai makanannya.

Hal sederhana lainnya adalah dengan tidak membeli produk yang berasal dari dugong, dengan begitu laju perburuannya di alam dapat ditekan. Ini kunci utama upaya pelestarian dugong beserta habitatnya.

Penulis : Hera Rahma Dian mahasiswa di  Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.

Loading...
 

Tags
Close
Close