KEPRITANJUNG PINANG

Opini: Penyelenggaraan Pilkada Bebas Korupsi

Perkenalkan nama saya Marsaulina Ira Naomi Pasaribu dari Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjung Pinang, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Lewat tulisan ini saya akan menuliskan opini saya tentang Penyelenggaraan Pilkada Bebas Korupsi dan saya mengambil tema tentang “Mantan napi kasus korupsi mencalonkan diri sebagai kepala daerah? “. Belakangan ini marak kita dengar bahwa Pilkada akan diadakan ditengah Pandemi Covid-19 pada tanggal 9 Desember 2020 terlebih khusus di daerah Kepulauan Riau.

Pilkada merupakan event penting dalam proses demokratisasi di Indonesia. Bagaimana pun event ini telah mengubah pola kepemimpinan di daerah. Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah merupakan sebuah pemilihan yang dilakukan secara langsung oleh para penduduk daerah administratif setempat yang telah memenuhi persyaratan.

Di Indonesia, saat ini pemilihan kepala daerah dapat dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang sudah memenuhi syarat. Namun, karena diberbagai Negara terlebih khusus Negara Indonesia sedang dilanda virus Covid-19 yang mengakibatkan ratusan ribu jiwa terkonfirmasi terkena virus covid-19. Pelaksanaan Pilkada di tahun 2020 kali ini memang menuai pro dan kontra oleh pihak-pihak lain terutama bagi pemerintah dan tentunya masyarakat Indonesia yang mungkin sebagian pro atau kontra dengan persoalan ini.

Hal ini disebabkan oleh ancaman bahaya yang datang dari wabah Covid-19, sehingga menciptakan kewaspadaan ekstra terhadap pemerintah dan masyarakat di seluruh daerah dikarenakan wabah Covid-19 berpotensi untuk merusak imunitas tubuh dan kesehatan seseorang bahkan berpotensi untuk mengalami kematian. Selain itu, persiapan dan pelaksanaan teknis juga menjadi tuntutan oleh kedua belah pihak kepada pemerintah, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan di kemudian hari.

Tidak bisa dipungkiri pemerintah mengeluarkan kebijakan agar rakyat tetap melaksanakan Pilkada didaerah masing-masing dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, sebagaimana yang sudah kita terapkan yaitu pola hidup sehat selama masa pandemi ini. Pemerintah menerapkan 3M yaitu memakai masker sesuai standar, mencuci tangan, menjaga jarak minimal satu meter dengan orang-orang yang disekitar. Mungkin itu cara yang sangat efektif yang dapat dilakukan oleh setiap pemilih ditengah pilkada yang dilanda pandemik Covid- 19.

Dan sebagaimana yang kita ketahui karena pilkada adalah pemilihan Kepala daerah dan wakil kepala daerah. Nah, yang dimaksud dengan Kepala daerah dan wakil kepala daerah mencakup sebagai berikut:

 Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi.

 Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten.

 Wali kota dan wakil wali kota untuk kota.

Baiklah sesuai dengan tema yang saya angkat, saya akan menyampaikan opini saya melalui tulisan ini yaitu terkait dengan Mantan Napi yang Mencalonkan Diri sebagai Kepala Daerah. Apakah diperbolehkan oleh pemerintah? Apakah semakin tinggi peluang untuk melakukan kasus korupsi jika mantan napi koruptor diperbolehkan untuk mencalonkan diri?

Menurut artikel yang saya baca dalam putusan rapat para lembaga legislatif diikuti dengan lembaga yang lainnya, lembaga MK memperbolehkan mantan terpidana dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau lebih menjadi caleg. Walaupun banyak pihak yang tidak menyetujui namun lembaga lainnya bersikap tegas untuk tetap memperbolehkan mantan nara pidana menjadi caleg. Ada beberapa pihak yang tidak menyetujui salah satunya adalah KPU,

KPU melarang mantan nara pidana kasus korupsi mencalonkan diri dalam pemilu legislatif. KPU memiliki alasan yang masuk akal mengapa KPU melarang mantan nara pidana mencalonkan diri sebagai caleg. KPU menginginkan supaya pemerintahan Indonesia menjadi pemerintahan yang bersih dari kasus korupsi, bukan hanya itu KPU menginginkan supaya anggota legislatif memiliki sifat yang jujur dan adil.

Hal tersebut penting dilakukan untuk mencegah tindak pidana korupsi oleh anggota legislatif pusat maupun daerah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejauh ini mencatat,bahwa anggota dewan adalah kelompok yang paling kerap terciduk melakukan tindakan pidana tersebut, baik dalam bentuk gratifikasi maupun pembengkakan anggaran dalam pembahasan.

Kalau menurut saya ini sebagian dari iktikad baik KPU untuk memperbaiki citra lembaga legislatif yang sudah buruk dimata masyarakat Indonesia. Selama ini yang kita lihat anggota legislatif selalu dinilai negatif karena tidak sedikit anggota legislatif terlibat dalam kasus korupsi. Namun pihak partai politik di DPR telah secara terbuka menyatakan penolakan terhadap larangan tersebut.

Keputusan ini tidak saja menimbulkan banyak pertanyaaan, namun tentu saja mengecewakan KPU yang berniat mendorong pemilu yang lebih demokratis dan pastinya yang berintegritas. Pihak KPU beralasan bahwa ketentuan melarang mantan napi korupsi mendaftar sebagai caleg diperlukan agar masyarakat bisa memilih anggota parlemen yang bersih dan punya rekam jejak bagus, termasuk tidak pernah tersandung masalah korupsi.

Dan disini saya ingin mengutarakan pendapat saya, yang mana saya sangat setuju dengan penolakan yang dilontarkan oleh KPU untuk melarang setiap para mantan napi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Kalau menurut saya para mantan nara pidana terutama yang pernah terjerat kasus korupsi sebaiknya dilarang untuk mencalonkan diri sebagai pejabat negara. Mengapa? Saya rasa Indonesia perlu belajar dari hal yang sudah-sudah.

Menurut saya menjadi pemimpin disuatu kelompok harus dilihat dari sifat kejujuran dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Bagaimana seorang pemimpin akan berhasil jika dalam memimpin ia tidak bertanggung jawab menjalankan tugas yang diberikan kepadanya? Dan bagaimana nasib kelompok yang ia pimpin jika ia tidak jujur dalam setiap kepemimpinannya? Ya, memang setiap pribadi mungkin bisa berubah untuk menjadi yang lebih baik kedepannya, tetapi itu semua tidak dapat dipastikan apakah mereka bisa berjanji untuk tidak melakukan hal yang sama kedua kalinya. Keberadaan caleg yang tidak berintegritas tentu saja akan menambah masalah bagi parlemen baik itu di pusat maupun di daerah dikemudian hari.

Sehingga muncul rasa kekhawatiran atau keresahan kepada setiap kelompok yang akan dipimpin oleh para mantan nara pidana. Mantan koruptor dalam parlemen hanya akan menularkan bibit korupsi kepada anggota legislatif lainnya, atau bahkan mengulang praktik korupsi yang pernah dilakukan sebelumnya.

Oleh sebab itu mari kita sebagai pemilih harus bijak dalam memilih calon pemimpin jangan hanya karena kita di iming-imingi sesuatu langsung tergiur dan langsung memilih tanpa melihat latar belakangnya, visi dan misinya sebagai calon pemimpin. Hendaknya kita sebagai pemilih juga harus bisa memilah siapa yang layak dipilih dan siapa yang tidak layak untuk dipilih.(*)

Penulis  : Marsaulina Ira Naomi Pasaribu

Loading...
 

Tags

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close
Close