KARIMUNKEPRISIARAN PERS
Pandangan Praktisi Hukum Advokat Basar Noviardi Sitorus, S.H Mengenai Konflik Masyarakat Pasir Panjang & PT Karimun Granite

Amanat UUD pasal 33 ayat 3 menyebutkan “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Hal ini bertolak belakang dengan apa yang dialami masyarakat pasir panjang yang ditaksir berjumlah 900 kk 2505 jiwa, mereka yang sudah bertempat tinggal di pasir panjang bahkan ada yang sejak tahun 1970an sampai sudah memiliki sertifikat hak milik harus terbelenggu karena pemukiman mereka yg ditaksir seluas 96,44 ha masuk kedalam wilayah IUP PT Karimun Granite.
Tidak berlebihan jika saya menyebut aksi demonstrasi yang dilakukan oleh warga Rabu tanggal 8 Mei 2024 silam adalah aksi bela Ham. bukan kali ini saja, tahun 2020 masyarakat juga pernah diketahui melakukan aksi besar besaran hingga PT.Karimun granite mengeluarkan kesepakatan tertulis rela melepaskan pemukiman warga dari iupnya, beserta menjalankan program PPM sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.tidak sampai disitu saja bahkan sudah terbentuk pansus kawasan hutan lindung dan konsesi tambang dprd karimun yg diketahui telah merekomendasikan kepada pemerintah daerah kab.karimun untuk melakukan pemutihan lahan masyarakat sekitar konsesi tambang termasuk iup PT karimun granite namun sampai detik ini belum ada realisasinya.
Kemudian menarik untuk menanggapi pernyataan perwakilan perusahaan melalu HRDnya menanggapi aksi demo pertama yang menyatakan bahwa tidak ada wewenang perusahaan/bukan yurisdiksi perusahaan mengenai permasalahan konsesi ini merupakan statement yang keliru mengingat bahwa permohonan IUP yang mengajukan adalah perusahan ini diatur dalam permen esdm no 34 tahun 2017 tentang perizinan dibidang
pertambangan mineral dan batubara didalam pasal 24 ayat 1 huruf f jelas disebutkan bahwa “Pemegang IUP dapat mengajukan permohonan penciutan sebagian atau mengembalikan seluruh WIUP atau WIUPK sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan” disini jelas PTKG sebagai stakeholder utama punya wewenang penuh jika beritikad baik seharusnya PTKG progresif untuk memproses ini melalui pemerintah daerah, jangan
terkesan lepas tangan setelah “mengampil” hak rakyat tidak beritikad baik itu namanya, sangat disayangkan pula diketahui PTKG telah memperpanjang IUP mereka yang berlaku sejak tahun 2023 – 2028 yaitu IUP no 81200142003380015 seluas 885,00 ha , IUP no 81200142003380014 seluas 719,00 ha dan IUP no 81200142003380016 seluas 195,00 padahal PT.KG memiliki kesempatan untuk merevisi/mengeluarkan pemukiman warga melalui permohonan perpanjangan IUP warga pasir panjang tetapi itu tidak dilakukan,artinya
tidak ada keseriusan disini.
Selanjutnya, menanggapi isu permasalahan kedua mengenai CSR Perusahan atau dalam dunia pertambangan dikenal dgn Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Implementasinya juga sangat jauh dari regulasi yang ada. Perlu diketahui PPM sendiri merupakan kewajiban mutlak Badan usaha pertambangan hal ini tertuang secara tegas dalam ketentuan pasal 108 UU 3 tahun 2020 tentang Minerba yang apabila tidak dijalankan bisa berujung sanksi administratif hingga pencabutan izin hal ini diatur dalam pasal 152 ayat 1 dan 2 UU Minerba.
Jadi tunturan masyarakat bukan mengada ada ini hal serius, menjalankan program PPM bukan tanpa aturan harus sesuai regulasi perusahaan harus menyusun rencana induk PPM yang terperinci dalam cetak biru blue print, melakukan social maping kepada masyarakat sekitar, PPM sendiri sekurang kurangnya harus mencakup bidang pendidikan, kesehatan , tingkat pendapatan riil atau mengutamakan pekerjaan masyarakat sekitar sesuai
kompetensi, kemandirian ekonomi, sosial dan budaya, pemberian kesempatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan LH berkelanjutan, pembangunan infrastruktur. Hal ini yang diamanatkan dalam pasal 6 ayat 2 huruf a Permen Esdm no 41 tahun 2016 jo Kepmen ESDM no 1824 K/30/MEM/2018 tentang pedoman pelaksanaan PPM.
Jika menilik kenyataan dilapangan sangat jauh dari harapan bahkan kebutuhan mendasar seperti operasional ambulance dan bus sekolah tidak dapat dipenuhi. Akibatnya masyarakat sekitar sangat kesulitan untuk berobat padahal debu hasil blasting perusahaan tidak jarang mencemari lingkungan dan anak anak sekolah akan kesulitan bahkan bisa bolos jika cuaca hujan karena kesulitan untuk berangkat sekolah.
Kemudian menanggapi isu kompensasi terhadap masyarakat terdampak tambang lagi lagi hal ini bukan tak berdasar Kompensasi sendiri merupakan hak mutlak masyarakat terdampak aktivitas tambang sebagaimana diatur dalam pasal 145 ayat (1) UU no 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batubara. Jadi perusahaan harus menjalankan kaidah pertambangan yang baiklah mengedepankan prinsip kemanusian , equal & balancing jadi eksploitasi sumber daya alam juga harus sebanding dengan andil dan bhakti perusahaan untuk masyatakat sekitar, jangan mau enaknya saja, dzolim itu namanya!
Kami akan terus mengawal perjuangan masyarakat sampai menemukan solusinya dan kami harap stakeholder terutama pemerintah daerah dapat mengambil tindakan tegas apabila memang ditemukan adanya pelanggaran
pelanggaran hukum disini, mari jadika hukum sebagai panglima tanpa pandang bulu!
