
KARIMUNTODAY.COM, BATAM — Penangkapan emas perhiasan seberat 2,5 kilogram oleh petugas Bea dan Cukai Batam pada 22 September 2025 menuai sorotan. Kuasa hukum pemilik emas menilai penanganan kasus tersebut semestinya dilakukan secara administratif, bukan pidana, mengingat Batam berstatus sebagai kawasan Free Trade Zone (FTZ).
Kuasa hukum pemilik emas, dari Law Firm Harmoni Legal & Business Solutions, yakni Toto Sumito, SSi., SH., MH., CLA., CPM bersama Rinaldi Samjaya, SE., SH., MM., CPM, menyampaikan hal tersebut dalam keterangan pers di Batam, Rabu (8/10/2025). Keduanya mewakili MJ, warga Sumenep, Jawa Timur, yang disebut sebagai pemilik sah perhiasan tersebut.
Menurut Toto, kliennya membawa emas perhiasan dari Malaysia ke Batam dikarenakan Batam adalah daerah Free Trade Zone. Emas tersebut dibeli secara resmi di toko emas malaysia dengan bukti kwitansi yang jelas dari toko emas, bukan barang ilegal atau barang curian.
Ini perlakuannya tidak sama dengan kasus kasus barang terlarang seperti narkoba, ilegal fishing, TPPU dan lainnya.
Jika pun ada kesalahan atau kekurangan administrasi maka harus di selesaikan juga melalui mekanisme administrasi bukan lansung ke pidana,” kata Toto Sumito
Ia menilai langkah penyidik Bea Cukai menahan pembawa emas berinisial EA tidak sejalan dengan prinsip Ultimum Remedium, yaitu asas hukum yang mengedepankan penyelesaian administratif lebih dahulu sebelum pidana dijatuhkan.
“Asas Ultimum Remedium sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Kepabeanan harus dihormati. Sanksi pidana adalah jalan terakhir. Apalagi Batam merupakan kawasan perdagangan bebas, maka pendekatan hukum mestinya proporsional, bukan represif,” ujarnya.
Toto Sumito menambahkan, penerapan Pasal 102 huruf e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan terhadap klien mereka tidak tepat, mengingat Batam memiliki status khusus sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
“Batam memiliki dasar hukum kuat melalui UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, PP Nomor 46 Tahun 2007 tentang KPBPB, dan PP Nomor 25 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan KPBPB. Berdasarkan asas Lex Specialis Derogate Legi Generali, maka undang-undang khusus (FTZ) mengesampingkan undang-undang umum. Jadi penyelesaiannya harus mengacu pada aturan kawasan khusus Batam, bukan pidana umum kepabeanan,” tegasnya.
Ia menilai, penerapan asas tersebut penting agar iklim investasi dan perdagangan di Batam tetap kondusif.
“Penegakan hukum yang tidak mempertimbangkan kekhususan Batam akan berdampak negatif terhadap dunia usaha dan kepercayaan investor,” lanjutnya.
Selain hal tersebut, pihaknya juga menyoroti penahanan terhadap EA yang dinilai membawa dampak sosial bagi keluarganya.
“EA ini tulang punggung keluarga dengan empat anak kecil. Kami berharap aparat bisa lebih arif dan mempertimbangkan sisi kemanusiaan,” ujar Rinaldi.
Tim kuasa hukum telah mengajukan permohonan penghentian penyidikan (SP3) kepada Kepala Bea dan Cukai Batam serta meminta agar emas tersebut dikembalikan kepada pemilik sahnya. Klien mereka, kata Rinaldi, siap menanggung seluruh konsekuensi administratif sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam keterangan persnya, Senin (01/10/25) Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, Zaky Firmansyah, menegaskan pihaknya telah menggagalkan upaya penyelundupan perhiasan emas seberat 2,5 kilogram senilai sekitar Rp4,8 miliar yang berasal dari Malaysia.
Zaky menjelaskan, petugas mengamankan seorang laki-laki berinisial EA (32) di Pelabuhan Ferry Internasional Batam Center setelah mencurigai gerak-geriknya.
“Petugas menemukan perhiasan emas dalam tiga bungkus yang dibalut ke tubuh penumpang menggunakan korset. Berdasarkan pengakuannya, EA diperintahkan oleh seseorang berinisial MJ yang bekerja di Malaysia dengan upah Rp3 juta,” kata Zaky Firmansyah.
Ia menegaskan, perbuatan tersebut termasuk pelanggaran Pasal 102 huruf e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, karena pelaku tidak melaporkan barang berharga yang dibawanya dan mencoba menghindari pemeriksaan.
“Pelaku seharusnya melaporkan barang berharga yang dibawa dan memenuhi kewajiban kepabeanan. Karena tidak dilakukan, maka termasuk tindak pidana penyelundupan,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, Zaky Firmansyah belum dapat dimintai tanggapanya. (*)
