INFOKEPRITANJUNG PINANG
OPINI: Tips & Trick Penggunaan Problem Based Learning Dalam Rangka Mendukung Kebijakan Merdeka Belajar
Dalam satu dekade terakhir ini, paradigma kehidupan manusia telah banyak bergeser dari interaksi tatap muka menjadi interaksi maya. Dunia yang modern dimana informasi sangat mudah didapatkan secara langsung dan tidak langsung sebenarnya mewujudkan ketergantungan manusia terhadap teknologi (Miftachul Huda dkk. 2018). Walau bagaimanapun, kita harus menerima realitas bahwa perkembangan teknologi di Indonesia ini belum merata, terutama penetrasi jaringan internet.
Pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan. Kualitas pendidikan menggambarkan kualitas pembelajaran. Di masa pandemi ini, peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pembelajaran dari rumah, yakni pendidik harus tetap menajalankan proses belajar mengajar pada peserta didik. Pendidikan dengan jarak jauh memiliki tujuan agar mutu dan relevansi pendidikan terus ditingkatkan disamping meningkatkan pemerataan akses dan perluasan pendidikan.
Merdeka belajar yang merupakan suatu kebijakan oleh Nadiem Anwar Makarim dirancang sebelum pandemi COVID-19 untuk merealisasikan pendidikan yang bermutu. Program tersebut kini berjalan di tengah pandemi untuk tetap mencerdaskan generasi pewaris bangsa, walaupun melalui pembelajaran jarak jauh. Antara poin penting dari kebijakan ini adalah Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) diganti dengan ujian berbentuk asesmen yang diselenggarakan sekolah, Ujian Nasional (UNAS) diubah menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter, penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu guru bebas mengembangkan format RPP mengikut inovasi sendiri dengan tetap memasukkan 3 komponen inti (tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen), dan kebijakan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi yang lebih fleksibel.
Sebelum ini, pendidik sering terbebani dengan berbagai administrasi yang berat dan ribet. Melalui merdeka belajar, guru lebih fleksibel, merdeka, dan bebas berinovasi dalam merancang atau mendesain model serta metode pembelajaran yang sesuai untuk mendukung efektivitas pembelajaran peserta didik. Salah satu model pembelajaran yang bisa diterapkan untuk mendukung kebijakan ini adalah model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
Problem based learning (PBL) merupakan satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, di mana mereka akan belajar bersama dalam satu kelompok kecil yang terdiri dari 6 hingga 10 orang untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu yang menjadi fokus pembelajaran. Pendidik juga bertindak sebagai fasilitator untuk mendukung kegiatan pembelajaran dan bukan sebagai pemateri seperti pada pembelajaran konvensional. Dengan ini, peserta didik diberi kesempatan untuk membangun sendiri pengetahuannya tentang materi pembelajaran melalui pemecahan masalah yang mereka upayakan. Pemecahan masalah secara berkelompok ini mampu menstimulasi peserta didik untuk aktif belajar mandiri secara langsung melalui kegiatan fisik (hands on) yang akan memicu pemikiran mereka (minds on).
Untuk mengimplementasi model pembelajaran ini, perlu latihan dan pemahaman yang baik oleh pendidik supaya pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Berikut ini beberapa tips & trick yang bisa digunakan ketika mengimplementasi PBL dalam rangka mendukung kebijakan merdeka belajar:
Peserta Didik sebagai Pusat Pembelajaran (Student Centered Learning):
Untuk mampu mengimplementasi PBL dengan baik, pendidik harus selalu ingat posisinya. Pendidik bertindak sebagai fasilitator yang mendukung kegiatan pemecahan masalah. Berikan kemerdekaan kepada peserta didik untuk dapat mengeksplorasi dan membangun pengetahuannya sendiri melalui pemecahan masalah yang ada bersama anggota kelompoknya. Pendidik hanya memfasilitasi prosesnya, namun pusat kegiatan belajar itu adalah pada peserta didik.
Pendidik Mengarahkan Peserta Didik Pada Pertanyaan-Pertanyaan:
Ketika proses pembelajaran, pendidik yang bertindak sebagai fasilitator mengarahkan peserta didik pada pertanyaan-pertanyaan dan bukannya penjelasan pemecahan masalah. Pertanyaan yang diberikan bertujuan untuk mengarahkan peserta didik untuk menemukan informasi baru. Pertanyaan dari peserta didik juga tidak perlu dijawab pendidik, namun harus diarahkan pada pertanyaan-pertanyaan hingga membantu mereka mencari jawaban terhadap pertanyaan itu. Dengan ini, solusi bagi masalah yang disajikan dapat diselesaikan serta memotivasi mereka untuk memperoleh informasi baru.
Memfasilitasi Peserta Didik Melakukan Penyelidikan Terhadap Penyelesaian Masalah:
Ketika pendidik memberikan peserta didik masalah untuk dicari pemecahannya, peserta didik perlu melakukan sedikit penyelidikan untuk menyelesaikannya. Penyelidikan ini dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi yang mereka butuhkan di mana proses ini sebenarnya yang benar-benar membangun pengetahuan mereka. Mereka dapat mengeksplor satu persatu bahan bacaan yang telah difasilitasi pendidik dan melakukan percobaan dan merancang pemecahan masalah sesuai tujuan. Ketik inilah peran pendidik memfasilitasi peserta didik dengan apa yang mereka perlukan.
Berikan Otonomi Pada Peserta Didik:
Otonomi harus diberikan kepada peserta didik ketika mereka telah mulai berinisiatif melakukan penyelidikan dan mempelajari sesuatu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Otonomi yang dimaksud adalah kebebasan cara yang akan peserta didik tempuh dalam proses tersebut, namun tetap dengan pengarahan dari pendidik agar pemecahan masalah yang dilakukan lebih efektif dan efisien. Dengan memberikan otonomi, diharapkan motivasi intrinsik peserta didik untuk dapat belajar sesuai kebutuhan dapat diterapkan sehingga mereka bisa belajar mandiri setelah itu.
Memberikan Masalah Yang Bersifat Nyata:
Pendidik perlu memberikan masalah yang akan diselesaikan peserta didik dalam PBL ini yang bersifat real world situation (situasi dunia nyata) supaya yang dipelajari mereka ini bermanfaat baik saat ini, akan datang, atau ketika mereka terjun ke masyarakat. Prinsip PBL bukan bertujuan untuk menjawab soal tes semata, namun yang penting adalah mereka belajar menghadapi dunia nyata melalui pengukuhan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah (*)
Penulis : Pebi Pitri Anasari, mahasiswi Pendidikan Matematika FKIP UMRAH Tanjungpinang, Kepri