JAWA TENGAH

GAPPRI Dukung Optimalisasi Penerimaan Negara Dari Cukai Rokok

KARIMUNTODAY.COM, JAKARTA – Pemasukan negara untuk industri rokok sangat besar, pada tahun 2023 ditargetkan mencapai 232,5 triliun. Namun demikian,usaha rokok diatur sangat ketat dan rumit oleh pemerintah karena pandangan negara terhadap rokok disatu sisi merugikan kesehatan, disisi lain usaha rokok juga sebagai sumber pemasukan negara yang sangat besar dari cukai dan PPN.

Hal tersebut disampaikan Willem Petrus Riwu selaku Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) di Jakarta,Jumat (23/6/2023).

Willem Petrus Riwu menambahkan, dengan fenomena ini hendaknya pemerintah dapat bekerjasama dan mencari solusi permasalahan yang dihadapi para pengusaha di lapangan.

“Yang terpenting bahwa,perusahaan rokok yang berkonsep padat karya harus dilindungi karena disitu sebagai tumpuan penghidupan karyawan yang jumlahnya sangat banyak,”ujar Willem.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, produksi rokok di Indonesia mencapai 323,9 miliar batang pada 2022. Jumlah tersebut menurun 3,26% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 334,8 miliar batang.

Penurunan produksi rokok dalam negeri pada 2022 salah satunya disebabkan oleh kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Berdasarkan data Kemenkeu, harga rokok di Indonesia sebesar Rp23.361 per bungkus (isi 16 batang) pada tahun ini. Nilainya meningkat 13,8% dari tahun sebelumnya sebesar Rp20.523 per bungkus. Indeks kemahalan rokok pun meningkat tipis menjadi 12,2% pada tahun ini.

Produksi rokok menurut Willem diperkirakan semakin menurun pada tahun depan. Pasalnya, pemerintah kembali menaikkan tarif cukai rokok sebesar 10% pada 2023 dan 2024. Secara rinci, rata-rata kenaikan tarif CHT untuk sigaret kretek mesin (SKM) I dan II sebesar 11,5%-11,75%. Tarif CHT untuk golongan sigaret putih mesin (SPM) I dan II meningkat 11%-12%. Sementara, sigaret kretek pangan (SKP) I, II, dan III akan mengalami kenaikan tarif CHT sebesar 5%.

“Akar masalahnya dari WHO. Pabrik rokok yang dari awalnya berjumlah 4000 sekrang tinggal 700, kalau dilihat dari evidence kenapa menteri keuangan Sri Mulyani menaikkan cukai 4 tahun sampai dengan 60 persen? Komoditi mana yang dapat hidup dengan tingkat seperti itu, berarti ingin mematikan industri sedangkan undang-undang nya pengendalian,”ucap Willem.

Willem Petrus Riwu selaku sekjen GAPPRI menyarankan agar kebijakan yang diambil pemerintah harusnya dapat melindungi perusahaan rokok yang berkonsep padat karya dan bukan padat modal, karena disitulah bentuk kehadiran negara mencarikan solusi terbaik.

Selain itu,GAPPRI secara kelembagaan juga meminta pemerintah menghapusPasal 154-158 dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini sedang digodok DPR bersama pemerintah tingkat nasional.

“Karena kami khawatir RUU Kesehatan tersebut akan memengaruhi komoditas tembakau di Indonesia. Dalam Pasal 154-158, menurutnya berpotensi mematikan industri hasil tembakau (IHT) karena tembakau ini sepertinya akan dijadikan barang terlarang dalam tanda kutip” tegas William lagi.

Menurut William bahwa sisi kesehatan dan ekonomi, keduanya ini penting. Ini harus ada titik temunya, harus ada pencegahan tidak berkembangnya preferensi rokok. Ini harus dievaluasi dulu dan perlu pengawasan-pengawasan.

“Rokok ini turunannya banyak sekali, mulai dari pedagang asongan sampai dengan petani, dan ini yang harus dipikirkan bersama,”pungkas willem.(*/ nur)

Loading...
 

Tags
Close
Close