JAWA TENGAH

Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil: Sosok Benjamin Netanyahu-nya Indonesia, Siapa?!

Pemimpin Israel adalah cermin kepribadian pemimpin saat ini. Suatu bangsa, negara, dan entitas tangguh sekaligus daya juang dan pertahanan tinggi. Jika karakter demikian telah menjadi ideal maka sosok Benjamin Netanyahu adalah paling representatif.

Dalam mitologi Yunani atau pandangan para Filsuf secara umum tentang sosok pemimpin, mereka adalah berkarakter kuat, berwajah tampan, dan berwibawa serta berperawakan menarik dan berwawasan. Maka, seperti mendatangkan pemimpin “dari luar” dari, Jakarta dari Solo, Tanjung Lubuk dari kecamatan lain, maka bukan tidak mungkin dan justru sudah semestinya menarik sosok pemimpin serupa Benjamin Netanyahu lebih menarik dan istilah di atas representatif dari pada menampilkan wajah-wajah lama yang biasa-biasa saja dibanding sosok Benjamin Netanyahu.

Telah menjadi ideal adalah gambaran pengibaratan tentang kondisi usaha pencarian sosok yang dapat dikatakan dapat mewakili kategori dengan karakter yang diimpikan, namun impian ini dapat juga sebaliknya, masih ada harapan akan sosok pemimpin yang berkepribadian mulia.

Benjamin Netanyahu, tidak pernah mungkin akan menjadi bagian percontohan untuk pemimpin bangsa ini. Sosok yang tidak segan melakukan pembantaian umat Islam, dalam gerak langkah yang tidak beraturan, menjadi gambaran nyata bagaimana suatu bangsa dapat terjerumus dalam kebinasaan dalam bentuk kepemimpinan.

Bagaimana bisa, sosok penumpah darah kemudian secara sengaja dijadikan sebagai pemimpin bangsa, menjadikan sosok berkecenderungan kepada hal bersifat destruktif bertujuan untuk dan memiliki arti secara bersama-sama dengan rakyat terjun ke dalam jurang kehancuran. Maka mengapa masih memberi kesempatan kepada mereka yang masih bergerak tanggung dan perlahan seperti MMD, MI, GRR!

Merindukan Kepemimpinan Rasul

Meski sama-sama beragama, meski Yahudi sudah lebih dulu/tua dalam catatan sejarah, namun sosok Muhammad berakhlak mulia senantiasa yang paling ideal dari segala sosok yang pernah ada. Pemimpin yang tidak mengikuti hawa nafau dan keinginan pribadi, namun berdasar pada prinsip kenabian dan petunjuk dari Yang Maha Menciptakan.

Jangankan umatnya, musuhnya, bahkan Tuhan semesta alam mengakui kemuliaan akhlaknya. Tidak memimpin atau memberi kesempatan kepada yang lain kecuali berdasarkan kebenaran. Sejarahnya, kepemimpinan olehnya adalah keniscayaan bagi suatu kebaikan atau tumbuh dan berkembangnya kebaikan artinya bukan sebaliknya.

Mencari jawaban terkait sejak kapan, kemimipinan terhadap manusia adalah melekat dengan kecacatan serta stigma negatif dan tidak luput dari celah kritik bukanlah tujuan utama artikel ini disusun. Namun, memberi gambaran kepemimpinan ideal, sebagai referensi pernah dan akan ada, serta membuka harapan untuk bangsa ini sempat merasakannya agar tidak menjadi salah kaprah, salah pengertian, dan salah “panggasa.”

Rasa adil, kesejahteraan serta kondisi kehidupan dengan gambaran kehidupan masa depan yang baik adalah harapan semua orang. Tidak adanya rasa takut, khawatir, atau hilangnya harapan akan kehidupan yang baik, khususnya selama di dunia, menjadi alasan lain mengapa pemimpin dengan karakter baik, ramah, dan penuh kemuliaan senantiasa ada.

Kepribadian menarik yaitu gagah, dan tampan, bersikap dengan akhlak yang penuh kemuliaan, serta bernasab dengan nasab terbaik dimiliki sosok Muhammad yang sangat wajar berani bicara keadilan, kesatuan, atas nama kebersamaan. Tidak bermaksud “mempercepat” hadirnya keturunan beliau, yaitu bernama Ahmad atau Muhammad bin Abdullah yang dikenal Imam Mahdi, namun bukan tidak mungkin, ketika dunia mengarah kepada “kesejatiannya” perlahan juga menghadirkan sosok dengan karakter mendekati kepada hal-hal demikian.

Agar menangkal peneladanan terhadap sosok sebaliknya, yang jahat, jauh dari kebenaran serta semena-mena, maka menghadirkan sosok Muhammad adalah penting. Selain itu, langkah ini diharapkan bagian dari perwujudan, setidaknya mendekati kondisi kepemimpinan ala kenabian, meski mungkin secara perlahan. Atau setidaknya menjaga harapan baik itu agar senantiasa ada dalam jiwa-jiwa manusia.

Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil, Penulis Lepas Yogyakarta

Loading...
 

Tags
Close
Close