BATAMKARIMUNKEPRI

Surya Effendi: Kotak Kosong Salah Satu Bentuk Kemunduran Demokrasi

Sehubungan dengan tahun-tahun politik di 2024 ini, sudah bukan lagi menjadi RAHASIA UMUM dengan adanya Trending Topik soal KOTAK KOSONG . Jika di fahami dengan seksama, perngertian kotak kosong ini sebenarnya bukanlah disebabkan karena tidak adanya calon yang lain untuk ikut di dalam sebuah kompetisi sebagai kontestan calon . Paling tidak minimal harus ada 2 atau 3 pasang calon yang ikut dalam kompetisi .
Di satu sisi, kita juga tahu bahwa dimana syarat-syarat untuk maju menjadi calon Kepala Daerah, baik Gubernur, Bupati dan Walikota semuanya sudah ditetapkan di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum ( PKPU ) .

Disana adaPKPU Pencalonan dan dapat kita lihat merujuk pada PKPU No. 8 Tahun 2024, Tentang Pencalonan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati serta Walikota/Wakil Walikota . Dimana dalam Pasal 11 ayat (5) PKPU 8/2024 diatur persyaratan pencalonan oleh parpol dan gabungan parpol yang merujuk pada pemilu terakhir. Berikut bunyinya: Pasal 11 (5) Perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah kursi DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada penetapan KPU atas hasil Pemilu anggota DPRD terakhir.

Pertanyaannya adalah : Mengapa lantas melawan Kotak Kosong adalah merupakan Bentuk Kemunduran Demokrasi ? Jawabnya karena penetapan Bakal Calon / Calon hanya ditentukan oleh Partai-Partai yang berkoalisi dan telah memenuhi syarat untuk memajukan seorang Calon . Sehingga terkesan para calon ini di pilih adalah berdasarkan kesepakatan sesama Partai tapi bukan lagi atas pilihan Masyarakat atau Pilihan Masyarakat yang di dukung oleh Partai .

Sehingga ini akan menimbulkan polemik baru dan membuat sebagian orang untuk enggan ikut memilih karena merasa para calon yang maju tidak sesuai dengan pilihan mereka ( masyarakat ) tadi . Akibatnya tidak menutup kemungkinan mereka lebih memilih GOLPUT . Nah jika hal ini terjadi, meskipun calon tunggal tersebut masih dipilih, namun perolehan suaranya tidak mencapai 50 %, maka harus dilakukan pemilihan ulang . Padahal kita tahu untuk melakukan proses pemilihan ini tidaklah sedikit menghabiskan Anggaran .

Untuk itulah menurut pandangan saya secara pribadi, bisa saja muncul kotak tandingan yang merupakan rekayasa, agar terkesan bahwa pemilihan yang ada tidak lagi melawan kotak kosong.

Penulis : Surya Effendi Pengamat 

Loading...
 

Tags
Close
Close