JAWA TENGAH

Hurmat Leluhur, Kepala Desa Kapung Bersama Ratusan Warga Jalan Kaki Sejauh Tiga Kilometer Dalam Tradisi Apitan

KARIMUNTODAY.COM, GROBOGAN – Ratusan warga Desa Kapung,Kecamatan Tanggungharjo,Kabupaten Grobogan,Jawa Tengah, mengikuti kirab budaya sedekah bumi atau apitan. Senin ((12/6/23).

Kirab dimulai dari kepala desa bersama perangkat dan tokoh masyarakat desa dengan berjalan kaki, mulai dari rumah kepala desa menuju sendang Luwih, tempat makam leluhur Desa Kapung sejauh tiga kilometer.

Dengan mengenakan baju adat jawa, Kepala Desa Kapung Hj. Musarokah didampingi suami H.Sunarto, berjalan kaki dari rumah kepala desa menuju lokasi Sendang Luwih, sendang tempat makam leluhur Desa Kapung,sejauh 3 kilometer.

Dibelakang kepala desa diikuti para perangkat desa dan tokoh masyarakat desa yang juga mengenakan baju adat jawa. Kegiatan ini merupakan sebuah tradisi kirab tahunan yang dilaksanakan dalam acara sedekah bumi atau orang jawa biasa mengenal apitan.

Sebelum menuju Sendang Luweh,kepala desa bersama perangkat desa singgah di balai desa setempat untuk berdoa, sekaligus membawa lima gunungan hasil bumi yang telah dipersiapkan masing-masing kampung di balai desa setempat.

Setelah doa selesai, rombongan kepala desa bersama perangkat desa kemudian melanjutkan perjalan menuju Sedang Luwih dengan diikuti lima gunungan yang berisi hasil bumi.

Setibanya di lokasi Sendang Luweh,kemudian dilaksanakan ritual doa bersama di makam leluhur, dilanjutkan makan bareng sebanyak 30 nasi tumpeng lengkap dengan ingkung yang dipersiapkan mulai dari lembaga desa, RT/RW hingga masyarakat.

Kepala Desa Kapung Hj. Musarokah bersama perangkat dan tokoh masyarakat desa dalam tradisi apitan,Senin (12/6/23).

Menurut Hj. Musarokah, Kepala Desa Kapung mengatakan, kegiatan ini merupakan kegiatan sedekah bumi yang dilaksanakan setiap tahun di lokasi Sendang Luwih,tempat makam leluhur Desa Kapung.

“Alhamdulillah ini hari sedekah bumi,dilaksanakan di sedang Desa Kapung. Karena kebetulan makam leluhur dekat sendang untuk mendoakan leluhur,” ucap Hj. Musarokah, Senin (12/6/23).

Selain mendoakan leluhur, Hj. Musarokah menjelaskan, tradisi sedekah bumi dilaksanakan sekaligus untuk melestarikan adat budaya yang sudah berjalan agar tidak punah.

“Tujuannya untuk nguri-uri kabudayan agar jangan sampai tradisi ini punah, untuk anak-anak kedepannya bisa mengetahui tradisi budaya sedekah bumi,” jelasnya.

Setelah doa bersama di makam leluhur selesai, kemudian dilanjutkan makan bersama 30 nasi tumpeng lengkap dengan ingkung di lokasi makam leluhur.

“Alhamdulilah ada 30 ingkung yang disiapkan, ada dari lembaga desa,RT/RW, dan masyarakat, ada inisiatif masyarakat juga setiap RW membuat gunungan. Ini kemudian dimakan bersama, sebagai ungkapan rasa syukur,karena selama ini kita diberi rezeki oleh Allah Swt,” ucap Hj. Musarokah.

Setelah ritual doa di makam leluhur selesai, lima gunungan berisi hasil bumi tersebut menjadi rebutan warga. Eko Roudlatul Islamiyati, warga Desa Kapung mengaku senang bisa berebut gunungan hasil bumi. Dia percaya gunungan hasil bumi setelah didoakan bisa membawa berkah.

“Alhamdulillah senang ikut rebutan gunungan tadi. Ini dapat sayur bayam untuk dimasak biar berkah,” kata Eko.

Sehari sebelum dilaksanakan sedekah bumi, sendang Luwih tersebut dikuras dan dibersihkan airnya secara bersama-sama warga Desa Kapung. Warga bergotong royong membersihkan sendang Luwih,yang mata airnya tidak pernah kering meski saat musim kemarau tersebut.

Menurut Ali Nursaid, tokoh masyarakat Desa Kapung, tradisi apitan setiap tahun dilaksanakan di lokasi makam leluhur Desa Kapung yang dikenal dengan nama Mbah Luwih, makamnya berada di dekat sendang.

“Leluhur Desa Kapung bernama Simbah Haji Abdul Rohman, atau dikenal Mbah Luwih, karena mempunyai kelebihan,”ujar Ali Nursaid

Ali Nursaid menceritakan, dahulunya Mbah Luweh merupakan salah satu Tumenggung dari kerajaan Mataram yang lari ke yang sekarang dikenal sebagai Desa Kapung.

“ Dulunya, Mbah Haji Abdul Rohman atau Mbah Luwih adalah Tumenggung dari Mataram, kemudian lari dan dikepung para prajurit kerajaan Mataram. Karena selamat dari kepungan,Mbah Luwih kemudian menetap dan kemudian diberi nama Desa Kapung,” jelasnya singkat.

Hingga saat ini, tradisi sedekah bumi tersebut dilaksanakan setiap tahun di lokasi makam leluhur Desa Kapung di sedang Luwih, untuk mendoakan leluhur yang telah berjuang hingga berdirinya Desa Kapung.

Setelah acara ritual doa di makam leluhur desa selesai, pada Senin malam kemudian dilaksanakan pengajian di gor milik desa.(nur)

Loading...
 

Tags
Close
Close