KARIMUNTODAY.COM, SENAYANG – Ribuan batang kayu tiki atau mangrove terekam jelas oleh kamera warga di wilayah Air Batu, Desa Tanjung Kelit, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri Temuan tersebut kembali memunculkan sorotan terhadap aktivitas penumpukan kayu bakau yang diduga tidak mengantongi izin resmi.
Informasi yang dihimpun dari warga setempat menyebutkan bahwa tumpukan kayu tersebut diduga milik seorang pengusaha asal Caines bernama Lingwat, atau yang dikenal juga dengan nama Suandi. Aktivitas penampungan kayu itu disebut telah berlangsung sejak beberapa waktu terakhir.
Saat dikonfirmasi, Lingwat mengakui bahwa dirinya memang menjadi penampung kayu bakau tersebut. Namun ia menjelaskan bahwa kegiatan yang dilakukannya tidak memiliki izin usaha maupun dokumen resmi.
“Kayu itu dibeli dari masyarakat setempat.dengan alasan masyarakat yang berkerja Kalau bapak memberitakan masalah ini, maka saya juga akan memberitakan juga Karena saya juga punya keluarga sebagai wartawan,” ujar Lingwat kepada media, Selasa (18/11/2025).
Lingwat juga menjelaskan, masyarakat yang bekerja guna untuk membayar utang mereka ke bank BRI,” ucapnya
Secara hukum, kayu bakau merupakan tanaman yang termasuk dalam ekosistem hutan lindung dan memiliki aturan ketat dalam pemanfaatannya. Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, setiap pemanfaatan, pengumpulan, ataupun pengangkutan hasil hutan wajib memiliki izin dari pemerintah.
Aturan lain dalam PP No. 26 Tahun 2023 juga menegaskan bahwa penebangan mangrove hanya diperbolehkan secara terbatas dan selektif, bukan tebang habis seperti dugaan yang terjadi di wilayah tersebut.
Jika benar ribuan kayu bakau itu ditebang dan dikumpulkan tanpa dokumen resmi, maka kegiatan itu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kehutanan, sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).
Pasal 82 UU P3H mengatur bahwa pelaku penebangan, pengangkutan, atau pemilikan hasil hutan tanpa izin dapat dikenakan sanksi:
Pidana penjara 1–5 tahun Denda Rp500 juta – Rp2,5 miliar Selain itu, setiap hasil hutan wajib dilengkapi SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan). Tanpa dokumen ini, seluruh kayu dapat dinyatakan sebagai hasil hutan ilegal dan berpotensi disita oleh aparat penegak hukum.
Sejumlah warga yang mengetahui keberadaan tumpukan kayu tersebut mengaku heran karena hingga kini belum ada tindakan dari aparat. Mereka menduga adanya pembiaran, padahal aktivitas tersebut berpotensi merusak ekosistem pesisir dan merugikan lingkungan sekitar.
“Ini sudah lama terlihat, tapi tidak ada tindakan. Kalau tidak ada izin, kenapa bisa dibiarkan,”” ujar salah satu warga yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan.
Secara terpisah, Kapolsek Senayang, IPTU Sarjono sampai berita ini diunggah belum dapat dimintai konfirmasinya terkait aktivitas penampungan kayu tiki (mangrove) tanpa mengantongi izin di wilayah hukumnya belum dapat dimintai tanggapanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepri, Hendri juga belum dapat dimintai konfirmasinya. (fik/red)