KARIMUNTODAY.COM, KAMPAR – Berbagai tudingan miring yang terkait mangkraknya Proyek Pembangunan Jembatan Gantung yang berada di Pasar Usang Desa Tanjung Berulak, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar masih menjadi tanda tanya bagi masyarakat setempat, diduga “mangkraknya” pembangunan proyek tersebut karena adanya permainan disenyalir “kongkalikong” yang dilakukan oleh sejumlah oknum di pemerintahan daerah dengan pihak kontraktor sebagai rekanan bisanya hanya mencoba, ketika dalam pelaksaanaanya pun mangkrak.
Dalam beberapa kasus mangkraknya proyek pembangunan infrastuktur yang lazim terjadi di tanah air, biasanya karena ada pihak selaku pemilik otoritas meminta fee yang terindikasi kisarannya antara 5 hingga 10 persen dari tender itupun dibebankan kepada pihak pemenang teder, mulai dari dinas terkait ULP yang memenangkan tender sampai ke Dinas PUPR. Sehingga akibat dari adanya potongan siluman itu pihak pemborong pun menjadi kekurangan dana dan akhirnya lari dari tanggung jawabnya dalam menyelesaikan proyek tersebut.
Hal itu ditegaskan oleh Budi Hendra S.E Ketua Lsm Penjara Kampar yang berencana akan melakukan pemantauan kembali terkait proyek pembangunan Jembatan Gantung yang pendanaanya dibiayai dari APBD Kabupaten Kampar tahun 2019, senilai 17 milyar rupiah tersebut yang keadaannya saat ini masih terkesan mangkrak.
Biasanya selain karena ada oknum yang bermain fee atas proyek tersebut sehingga pihak pemborong menjadi kekurangan dana untuk menyelesaikan proyek, namun ada juga proyek tersebut memang secara disengaja kondisinya dibuat mangkrak. “Tujuannya jelas, agar supaya dalam pembangunan proyek tersebut, bisa dianggarkan kembali dalam tahun anggaran berikutnya, saya meminta kepada pihak terkait untuk membeklis peruhasaan tersebut,” jelas Budi
Terkait dengan hal itu, Ketua Lsm Penjara Kampar mendesak Afdal selaku Kepala Dinas PUPR Kampar untuk bertanggung jawab atas proyek pembangunan jembatan yang dinahkodainya terkesan mangkrak, pengerjaan yang sudah dilakukan hanya baru berupa abutment saja, pemasangan rangka baja pun belum dilakukan, sebahagian turap yang berada ditebing sungai sudah dihancurkan maka mengakibatkan erosi pada tanah dan terjadi longsor sehingga membuat warga sekitar menjadi resah.
“Berharap kepada penguasa untuk menindak lanjuti dampak yang terjadi dan mengakibatkan longsor ditempat saya mencari nafkah” mak idar
Proyek yang telah menelan dana APBD Pemkab Kampar senilai 17 milyar rupiah dari anggaran 2019 tersebut, dituding dalam pengerjaannya ada yang bermasalah, bahkan ada dugaan bahwa dalam pengerjaan proyek tersebut telah terjadi tindak pidana korupsi karena dianggap oleh warga masyarakat pembangunan proyek tersebut tidak berjalan sebagai mana mestinya.(*)