KEPRITANJUNG PINANG
Opini : Penyelenggaraan Yang Bebas Korupsi
Baiklah sebelum saya menyampaikan opini saya tentang Penyelenggaraan Pilkada Yang Bebas Korupsi, saya akan menjelaskan apa yang dimakusd dengan Pilkada itu ? mungkin masih banyak dari kita yang kurang tahu apa itu Pilkada. Biklah saya lansung saja menjelaskan apa itu Pilkada. Pilkada adalah (Pemilihan Kepala Daerah) dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administrasi setempat memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah . Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud adalah mencakup : Gubernur dan Wakil Gubernur unruk provinsi.
Pada 2 Desember lalu, Komisi pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan peraturan komisi Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota . Peraturan tersebut menjadi pedoman teknis bagi penyelenggara pemilihan umum di daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada). Kabupaten/Kota di Indosnesia akan melaksanakan pemilihan Kepala Daerah (pilkada) serentak. Ada 270 daerah terdiri 9 provinsi, 224 Kabupaten,dan 37 Kota telah siap melakukan pesta demokrasi karena masa bakti Kepala Daerah telah usai.
Nah, dari pernyataan di atas, maka saya langsung saja menyampaikan opini saya terkait bebas korupsi dan Bagaimana bisa pemimpin yang pernah terkait korupsi bisa mencalonkan diri lagi ? Undang-undang pilkada dan undang-undang pemilu belum mampu menghadirkan jawaban mengenai integritas peserta pemilu. Pengaturan dan mekanisme sanksi dikedua regulasi tersebut belum berubah secara signifikan. Kerangka hukum yang menjadi dasar pelaksanaan pilkada dan pemilihan umum selama ini belum mampu memberikan jaminan memadai bagi kehadiran sebuah pemilihan umum yang demokratis dan melindungi kemurnian hak pilih warga.
Jika mantan korupsi ini terpilih menjadi pemimpin akan berdampak buruk bagi rakyat dan daerah yang dipimpin oleh mantan narapidana atau koruptor tersebut. Mantan narapidana atau korupsi tidak mempunyai hak untuk mencalonkan diri menjadi calon wakil rakyat lagi Masih banyak warga Negara Indonesia (WNI) yang lebih berhak dan mempunyai rekam jejak lebih baik untuk maju sebagai calon wakil rakyat. Artinya calon pemimpin yang mantan narapidana atau korupsi tidak bisa bertanggung jawab dengan benar karena pernah berkhianat terhadap rakyat.
Karena itu, meskipun pelaksanaan pilkada dan pemilihan umum selama ini masih dinodai berbagai tindak pidana korupsi, menuding pemilihan langsung sebagai biang keladi perilaku korupsi Kepala Daerah sehingga harus kembali ke pemilihan tidak langsung atau melalui Dewan Perwakilan Rakyat daerah bukanlah sikap bijaksana. Pemilihan langsung mungkin memang berkontribusi bagi kemunculan perilaku korup para Kepala Daerah, tapi ia bukanlah faktor tunggal.
Bagaimana bisa pemimpin yang penah terkait korupsi bisa mencalonkan diri kembali ? Menurut pendapat saya dalam hal ini boleh saja asalkan dengan syarat-syarat ditentukan UU pemilu dan mengumumkannya kepada publik bahwasannya calon adalah koruptor. Sehingga apabila seorang pejabat (kepala daerah) hanya ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa dalam sebuah kasus korupsi, maka orang tersebut dapat mencalonkan diri menjadi kepala daerah.
Setiap pilkada para pencalon akan melaksanakan kampanye, membacakan visi-misinya, tetapi kebanyakan saat ini masyarakat yang dilihat bukan visi-misinya melainkan seberapa banyak uang yang dikasih para pencalon tersebut. Jika masyarakat yang berpendidikan dan berpikir logis mereka tidak hanya memlihat dari uang tetapi dilihat dari visi-misi dan bukti dari para pencalonan itu. Dan mereka juga akan melihat dan mencari tahu siapa orang yang akan mencalonkan diri itu.
Pengganguran di Indonesia semakin meningkat, karna uang masyarakat kebanyakan diambil oleh para pemimpin sehingga tidak bisa membuat lapangan kerja bagi orang yang tidak bersekolah dan akhirnya pun pengangguran semakin meningkat.
Dalam pilkada ini juga harus bersaing secara sehat, tidak ada yang membeli suara rakyat. Saya yakin jika dari awal pilkada tidak ada yang main uang untuk membeli suara rakyat maka korupsi tidak aka nada dalam kehidupan pencalonan pemimpin.
Penyelenggaraan Pilkada ini akan sukses dan akan bebas dari korupsi jika semua komponen dapat bekerja sama dengan baik. Selain KPU, peran serta Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilihan Umum) merupakan lembaga yang mesti punya keadilan besar dalam menjaga integritas. Khususnya, Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu yang diamanatkan undang-undang (UU) untuk melaksanakan tugas-tugas pengawasan dan penegakan hukum Pilkada Serentak.
Hal itu juga termuat dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada adalah Bawaslu Kabupaten/Kota dalam memberi pengawasan ditingkat daerah. Tentu ini menjadi sebuah upaya dalam rangka memberi jaminan Pilkada dilakukan secara adil, jujur, demokratis, dan berkepastian hukum. Nah, maka dari itu mulai saat ini marilah kita sama-sama membangun Negara kita ini tanpa adanya korupsi dengan melahirkan calon pemimpin yang jujur, adil, dan bertanggung jawab.(*)
Penulis : Roslaini