KEPRITANJUNG PINANG
OPINI: Strategi Metakognitif Dalam Pembelajaran Matematika

Belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi dan menuntut pemahaman dan ketekunan berlatih. Risnanosanti menyatakan agar mampu menyelesaikan suatu masalah setidaknya ada lima aspek kemampuan yang harus dikuasai siswa yaitu: kemampuan tentang konsep matematika, kemampuan dalam menguasai keterampilan algoritma matematika, kemampuan proses bermatematika, kemampuan untuk bersikap positif terhadap matematika dan kemampuan metakognitif. Wienmann menyatakan kemampuan matematika merupakan perwujudan fungsi kognisi, dan Lloyd menegaskan kognisi akan mempengaruhi gaya dalam menghadapi tugas-tugas pemecahan masalah Abdrurrahman. Oleh karena itu sudah seharusnya metakognitif harus digunakan dan dikembangkan dalam pembelajaran matematika baik oleh siswa maupun guru. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa kemampuan metakognitif sangat diperlukan dan berhubungan dengan keberhasilan belajar seorang siswa.
Beberapa aspek metakognitif dapat dikembangkan menggunakan strategi pengembangan metakognitif, misalnya penyelesaian masalah secara berpasangan (Pair Problem solving). Dalam pelaksanaannya satu siswa berbicara mengenai masalah tersebut, menguraikan proses berpikirnya, pasangannya mendengar dan menanyakan pertanyaan untuk membantu mengklarifikasikan pemikirannya. Pasangan kolaborasi ini disebut oleh Luis (2006) sebagai Thinker and Listener. (Luis, 2006) mengemukakan bahwa setting kelompok kecil dapat memunculkan pengungkapan kata-kata siswa secara spontan dan memungkinkan mereka untuk meningkatkan idenya melalui pengujian yang bersifat kritis. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis merangkum beberapa strategi metakognitif yang dikembangkan dalam angket penggunaan strategi metakognitif dalam penelitian ini. Jadi, Berdasarkan latar belakang tersebut dalam penelitian ini dirumuskan masalah: Bagaimanakah penggunaan strategi metakognitif oleh siswa dalam pembelajaran matematika? Bagaimanakah penggunaan strategi metakognitif oleh guru dalam pembelajaran matematika? Apakah terdapat perbedaan strategi metakognitif siswa dalam pembelajaran matematika antara sekolah akreditasi A dengan sekolah akreditasi.
Penelitian ini merupakan penelitian studi kuantitatif, yang merupakan studi kasus terhadap siswa dan guru matematika pada dua MTs Swasta Pekanbaru. Populasi penelitian adalah siswa dan guru matematika MTs Al-Muttaqin (akreditasi A) dan MTs Al-Fajar Pekanbaru (Akreditasi B). Sampel penelitian adalah siswa kelas VIII dan Guru mata pelajaran Matematika di MTs Al-Muttaqin dan MTs Al-Fajar Pekanbaru. Pemilihan siswa kelas VIII adalah dengan asumsi bahwa siswa telah cukup terbiasa dengan pola belajar di MTs. Jumlah sampel di MTs Almuttaqin 58 orang dan 33 orang di MTs Al-Fajar. Jumlah guru matematika pada kedua sekolah adalah 6 orang. Hal ini karena sekolah swasta tidak memiliki rombel yang terlalu banyak, sehingga guru mata pelajaran matematikanya juga sedikit.
Pemilihan sekolah tersebut dengan asumsi bahwa sekolah dengan akreditasi berbeda akan memperlihatkan fasilitas sarana prasarana yang berbeda pula dan tentunya berkaitan dengan cara belajar-mengajar siswa dan guru.
Data kuantitatif dikumpulkan melalui angket yang diberikan kepada siswa dan guru. Data yang diperoleh dianalisis dengan statistik deskriptif Statistik deskriptif yitu dengan mencari nilai rata-rata (mean), persentase (%), dan memberikan lebel kategori jarang sekali, jarang, kadang- kadang, sering, dan sering sekali. Selanjutkan dilakukan analisis uji perbedaan (uji-t) pada kedua kelompok siswa untuk menjawab apakah terdapat perbedaan penggunaan strategi metakognitif dalam pembelajaran matematika pada siswa kedua sekolah. (*)
Penulis : Alfan Rido Hutapea Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Kepri
